Anak Cacingan? Sepele tetapi Fatal

Posted by Kliping Sinopsis Berbagai Berita Dunia Offline

kliping offline, kliping media

Sebanyak 90 persen anak Indonesia dikabarkan mengidap cacingan. Hal ini akibat rendahnya mutu sanitasi di masyarakat kita. Mirisnya, banyak masyarakat menganggap cacingan adalah penyakit sepele. Padahal, jika dibiarkan, terutama, pada anak-anak, cacingan bisa berakibat fatal seperti menurunkan teingkat kesehatan, anemia, IQ turun, dan menyerang empedu atau usus bolong.

Persoalan lain yang menyertai anak yang menderita cacingan adalah cenderung menjadi malas, lemas, berat badan turun drastic, tak bergairah, tak mau beraktivitas, yang membuat semangat belajarpun ikut turun.

Gejala awal penyakit cacingan sulit dideteksi, jika jumlah cacing yang bersarang dalam tubuh masih sedikit. Penyakit ini baru menampakkan gejalanya bila sudah banyak cacing bersarang di dalam tubuh.

Dokter anak yang juga Koordinatut Indonesia Sehat, Dr. Dani Hendarman Supandji dalam sebuah acara bertajuk “Aku Bebas Cacing Bebas Berkreasi” di FX Lifestyle Mall, Senayan, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu mengatakan, awalnya memang sulit untuk mendeteksi jenis penyakit ini jika jumlah cacingnya sedikit. Biasanya gejala akan timbul jika sudah banyak larva cacing yang bersarang dalam tubuh, “ungkapnya, seperti dikutip dari Vivanews.

Cara masuknya cacing ke dalam tubuh pun beraneka ragam. Cacing gelang yang bersarang dalam tubuh dengan jumlah telur infektif 100.000 hingga 200.000 perhari, biasanya masuk melalui makanan. Untuk cacing cambuk, telur infektif yang ada di dalam tubuh sebanyak 3.000 sampai 5.000 dalam waktu 3 sampai 6 minggu biasanya juga masuk lewat makanan.

Sedangkan telur cacing tambang biasanya bisa berkembang dalam tubuh lewat makanan dan kulit. Telur cacing cambuk yang infektif biasanya berjumlah 9.000 sampai 10.000 dalam waktu tiga hari. “Berkembangnya penyakit ini juga dipengaruhi banyak faktor mulai dari faktor iklim tropis, kebersihan tubuh, sanitasi lingkungan, social ekonomi, dan kepadatan penduduk,”katanya seperti di kutip dari vivanews.com

Infeksi cacaing atau biasa diebut penyakit cacingan termasuk dalam infeksi yang disebabkan oleh parasit. Parasit adalah makhlulk kecil yang menyerang tubuh inangnya dengan cara menempelkan diri (baik di luar ataupun di dalam tubuh) dan mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Pada kasus cacingan, maka cacing tersebut bahkan dapat melemahkan tubuh inangnya dan menyebabkan gangguan kesehatan.

Cacing merupakan hewan tidak bertulang yang berbentuk lonjong dan panjang yang berawal dari telur/larva hingga berubah menjadi bentuk cacing dewasa. Cacing dapat menginfeksi bagian tubuh manapun yang ditinggalinya seperti padda kulit, otot, paru-paru, ataupun usus/saluran pencernaan.

Sementara itu, dr Adi Tagor SpA DPH dari RS Pondok Indah Jakarta seperti di kutip dari mediaku.com, mengatakan, dampak cacingan pada anak-anak bisa sangat berbahaya. “Khususnya anak usia dua tahun ke atas yang mulai bermain di lantai/tanah. Nah, tanahnya itu sudah tercemar (soiled), terutama oleh kotoran manusia,”ujarnya.

Menurut dia,cacingan merupakan penyakit khas daerah tropis dan sub tropis, dan biasanya meningkat pada musim hujan. Pada saat tersebut, sungai dan kakus meluap, dan larva cacing menyebar ke sudut yang sangat mungkin bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam tubuh perlu waktu 1 sampai 3 minggu untuk berkembang. Cacing yang biasa “menyerbu” adalah cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi. “Di daerah dimana sanitasi lingkungan masih buruk, seperti Indonesia, hampir 90 persen anak-anaknya pasti terkena cacingan,”lanjut Adi.

Di Indonesia, ujarnya, seharusnya tidak lagi menggunakan septictank untuk keperluan buang air besar. “Khususnya di Jakarta, karena daerahnya sangat padat, seharusnya tinja langsung dibuang ke tempat penampungan, seperti di Singapura.”

Selain melalui makanan yang tercemar oleh larva cacing, cacing juga masuk ke tubuh manusia melalui kulit (pori-pori). Dari tanah, misalnya lewat kaki anak telanjang yang menginjak larva atau telur. Bisa juga larva cacing masuk melalui pori-pori, yang biasanya ditandai dengan munculnya rasa gatal. “Setelah menembus kulit, ia masuk ke pembuluh darah vena (balik), lalu menuju paru-paru. Nah, di paru-paru inilah muncul sindroma Loffler. Anak menjadi batuk seperti TBC, berdahak seperti asma. Ini termasuk ke dalam siklus perjalanan cacing,”tukas Adi.

Setelah itu, cacing menggigit dinding usus bertelur dengan cepat di usus. Di usus inilah, kata dia, makanan dipecah menjadi nutrient (zat gizi elementer yang sudah bisa diserap oleh usus). Ini yang “dibajak” oleh cacing. Jadi, cacing itu memang berdomisili di usus, karena ia tidak bisa mencernakan sendiri makanan. Ia harus makan yang sudah setengah cerna. 
 
 
Nutrisi Dibajak

Dampak cacingan ternyata tidak sepele. Dari pertumbuhan fisik yang terhambat, hingga IQ loss. Dampak yang paling banyak adalah anemia atau kadar hemoglobin (Hb) rendah. Adi melanjutkan, Hb sangat vital bagi manusia. “Fungsinya seperti alat angkut, seperti truk, yang membawa oksigen dan makanan dari usus ke seeluruh organ tubuh,” jelas Adi yang mengibaratkan fungsi kerja Hb yang seperti Bulog mengantar beras. “Kalau truk-nya sedikit, ya kiriman berasnya akan telat. Begitu pun pada orang yang anemia. Suplai oksigen dan nutrient ke otak sedikit, ke ginjal sedikit.”

Padahal, seorang anak yang sedang tumbuh membutuhkan banyak nutrient. “Nutrisi itu dibagi dua, yaitu makro nutiren, (karbohidrat, lemak, protein, air) dan mikro nutrient (vitamin dan mineral). Nah, ini yang dibajak. Jadi, yang gemuk cacingnya, bukan anaknya,”tandas Adi. “Di dalalm tubuh, cacing-cacing ini akan beranak lagi, lagi, dan lagi. Kadang-kadang, kalau menggumpal, bentuknya speerti bola. Bisa juga terjadi “erratic”, cacing keluar keluar lewat hidung atau mulut.

Anemia membuat anak gampang sakit karena tidak punya daya tahan. “Gimana mau sehat kalau zat-zat untuk membuat daya tahan, terutama protein, sudah di bajak di usus oleh cacing,”lanjutnya. Anak juga akan kehilangan berat badan, dan prestasi belajar turun.

Cacingan juga bisa berakibat fatal. “Bisa ke empedu, meski jarang, atau bikin usus bolong. Fatalnya memang tidak secara langsung, tapi karena fisiknya lemah, daya tahan turun, maka penyakit lain pun masuk. Nah, penyakit lain inilah yang bikin fatal,”pungkas Adi. 


Sinopsis Berita kota, 25 Juli 2010
 

Related Post