Ayat Supriyatna, Terkenal Karena Limbah Kerang

Posted by Kliping Sinopsis Berbagai Berita Dunia Offline

wirausaha kulit kerang, inspirasi wirausaha


Setelah isinya dilahap, kulit kerang dibuang, lalu menjadi sampah. Tapi di tangan Ayat dan beberapa warganya, kulit kerang itu “disulap” menjadi barang bernilai seni dan fungsional. Sekarang mereka terkenal karena kreativitas mereka itu.

Sejak diangkat menjadi ketua RW 15, Kelurahan Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan, tiga tahun lalu, Ayat membuat program mendaur ulang sampah menjadi produk yang dapat dimanfaatkan. “Sampah yang gak bisa kita olah jadi kompos, kita bikin jadi kerajinan tangan. Kita bikin bunga, ondel-ondel, tas, dan sebagainya. Kemudian kita tingkatkan karena produk awal kita itu kurang mendapat perhatian masyarakat. Dasarnya bukan bisnis, jadi kita gak masalah,”katanya kepada genie beberapa waktu lalu dikediamannya.

Melihat keseriusan warganya, Lurah Setiabudi, Jakarta Selatan, memberikan modal untuk pengembangan usaha kerajinan kerang. Ayat bersama 15 orang warga setempat kemudian mulai mengolah limbah kerang. Ayat mulai menekuni limmbah kerang sejak satu tahun belakangan ini. “Modal awal Rp. 500 ribu, dimodalkan sama pak Lurah. Beliau ngasih motivasi untuk modal awal karena melihat di samping potensi, kita juga serius menangani limbah-limbah sampah,” sambungnya.

Dengan modal awal yang tak seberapa itu, Ayat menggerakkan beberapa warga untuk mulai mendaur ulang sampah. “Barang-barang gak berguna kita coba jadiin yang berguna. Sampah yan jadi masalah, yang tadinya mungkin kita kasih sampah, malah pada berantem, tapi pas kita kasih hasil dari olahan sampah, malah pada senang. Contohnya, pupuknya pada berebutan, kemudian hasil olahan barang yang gak kepake mereka pada mau,”ungkapnya.

Selain modal usaha, lurah setempat juga mendatangkan tenaga pengajar yang sudah cukup berpengalaman dalam mengolah limbah kerang menjadi berbagai barang funsional.

“Sekarang kitatingkatkan lagi. Kita ada binaan dari Kelurahan. Kita didatengin ahlinya kerang, kemudian di ajari. Sebetulnya ibu-ibu, tapi saya tetap ikut. Langsung kita praktikkan. Karena memang kita sudah melakukan aktivitas seperti itu, jadi kita langsung praktik,”ceritanya.

Setelah mengikuti pelatihan itu, Ayat sadar bahwa sebetulnya apa yang sudah ia dan beberapa warga lakukan sudah maju selangkah. Yang diajarkan hanyalah pola standar. “Standar itu maksudnya titik menjadi lingkaran, jadi bentuk bunga. Kalo dari kita sudah inovasiin jadi burung merak, penari ronggeng, lambing Jakarta Selatan, rambutan dengan gelatik, ondel, dan sebagainya. Ini produk kit,”jelasnya.

Ayat berencana akan mengajukan hak cipta agar karyanya yang khas Betawi itu tidak dijiplak pihak lain. “Karena punya kita itu khas, ya. Ada penari ronggeng, penari ondel-ondel, produk lain burung merak dan logo Jakarta Selatan. Kebanyakan yang mau kita ajukan hak cipta souvenir DKI, “imbuhnya.

Hasil karya yang berlabel Sedap Malam Art ini sempat diikutsertakan dalam beberapa pameran, di antaranya, pameran Flora dan Fauna (Flona) 2010 di lapangan Banteng, Jakarta Pusat, pameran dilapangan Monas pada HUT DKI Jakarta dan pameran PKBL di JCC (Jakarta Convention Center) beberapa waktu lalu. “Sebetulnya awalnya lomba menang sampai se-DKI. Nah, itu timbul bagaimana benda-benda ini jadi khas Betawi. Kemudian juga, Alhamdulillah, kita juara 1 terus. Sampai tahun ini terus ikut dengan membuat nuansa Betawi,” pungkasnya.

Pria asal Jakarta ini memiih kerang sebagai bahan baku kerajinan karena kerang yang merupakan hasil laut mudah didapat di semua daerah di Indonesia. “Potensi limbah laut luar biasa. Salah satunya penulis dari Kepulauan Riau tertarik kepada kita karena di sana bahan baku berlimpah. Sementara kita juga gak punya bahan baku ini. Kita harus mencari, tapi kita punya teknologi untuk bisa mengolah kerang secara maksimal. Pemerintah Manado juga mengajak kita untuk melatih warganya di sana,”terangnya.

Limbah kerang menjadi indah di tangan Ayat dan beberapa warganya. Ayat menggunakan berbagai jenis kerang sebagai bahan baku kerajinannya, mulai dari jenis kerang simping, kerang putrid salju, kerang terompet, sampai kerang gong. “Kita diajarkan bagaimana caranya agar terlihat indah. Ada yang ngajarin alat potong modif dari mesin pipa rusak. Kita kasih alat potong keramik. Kita kembangkan lagi,”ujranya.

Untuk kreasinya sendiri ada yang menggunakan gelas air mineral plastik, fiber yang sudah dibentuk sesuai pesanan atau keinginan pembeli. “Fiber itu kita cetak. Nama cairannya resin. Salah satu cetakannya piring sushi. Untuk kerangnya sendiri, pertama direndam pakai kaporit seharian agar terlihat lebih bersih dan cerah warnanya. Baru setelah itu dipotong-potong sesuai bentuknya,”lanjut Ayat.

Dengan sentuhan seni dan kreativitas, kulit kerang yang awalanya tak berharga itu kini berubah menjadi perkakas cantik yang di gemari masyarakat. Ayat masih mencoba memperkenalkan produknya dengan mengikuti berbagai kegiatan dan pameran. “Ada yang langsung beli. Kita kan wirausaha, baru sekarang banyak memperkenalkan produk,”imbuhnya.

Hasil usaha dan kreatifitas warganya ini bisa dilihat dalam www.info.usaha.com dan www.yellowpages.com . Ayat mematok harga untuk barang hasil kreasi daur ulang limbah kerang berkisar antara Rp. 40 ribu untuk ondel-ondel kecil hingga Rp. 700 ribu untuk lampu. “Harganya segitu. Konsumennya juga tertentu. Kita gak bisa mengandalkan lingkungan. Kita juga menerima desain-desain mereka. Kita aplikasikan, kita kerjakan,”tambahnya.

Ayat memasok bahan baku limbah kerang dari kawasan Babelan, Bekasi, Jawa Barat. Biasanya tergantung pada orderan atau pesanan dari pembeli. Ayat juga menyetok limbah kerang untuk produksi tiap hari. “Kerang kita masih beli. Mentahnya itu kita ada pemasoknya dari Bekasi, daerah Babelan. Biasanya tergantung order. Kita ambil atau dikirim,”katanya.

Selama ini Ayat belum menemukan kendala berarti dalam mengolah limbah kerang, selain bahwa tak jarang barang tak laku di jual. Tapi itu bukan masalah besar. Yang penting, warganya dapat mengeksplorasi berbagai idenya. Apalagi berkreasi dengan limbah kerang dapat menjadi media efektif bagi anak muda yang putus sekolah dan pengangguran serta ibu-ibu rumah tangga dalam mengisi waktu luang. “Produk kita kan gak semua orang bisa menikmati. Dalam memasarkan produk kita ini belum maksimallah. Harapan kita bahwa dengan pekerjaan ini, ibu-ibu juga ada kegiatan. Ibu-ibu punya pekerjaan rutin dengan skal rumah tangga dengan barang-barang kualitas ekspor,”lanjut laki-laki kelahiran 12 Agustus 1964 ini.

Hasil dari penjualan produk, menurut Ayat , sudah diperhitungkan sedari awal, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. “Hasilnya dibagi sama. Kita sudah ada satu rumus yang kita buat. Dari keuntungan 50%, untuk modal 25% bagi sama, 25% untuk pengeluaran tidak terduga. Memang belum banyak yang bisa mereka nikmati. Kita belum mudah memasarkan barang ini,”katanya.

Meski demikian, Ayat mengaku tetap setia pada kulit kerang. Menurutnya, yang penting bukan dari mana bahannya, tetapi menjadi apa hasilnya. Bagi Ayat, sampah bisa menjadi apa saja tergantung pada cara membuatnya. Jika dibuang, tetap akan menjadi sampah. Namun, jika dirawat, bisa lebih berguna. “Sebetulnya, pengalaman kita banyak dari pameran. Justru yang kecil-kecil laku. Souvenir cincin, kalung, gelang peminatnya lebih banyak. Kita akan terus mengembangkan kerajinan ini,”lanjut Ayat sambil memperlihatkan beberapa hasil produknya. 
 
 
panduan kerajinan tangan kulit kerang


Sinopsis Tabloid Genie Edisi 2, tahun VII

Related Post