Bisnis Stroberi Dari Segar Sampai Olahan

Posted by Kliping Sinopsis Berbagai Berita Dunia Offline

peluang wirausaha, wirausaha, inspirasi wirausaha

Stroberi ternyata mempunyai peluang bisnis yang cerah di pasar buah dalam negeri. Selain ditampung oleh produsen selai/sirup/dodol dan pembuat es krim, ia pun bisa dijual dalam bentuk segar. Bibit tanamannya juga banyak dicari para penggemar tanaman hias.

Stroberi (Fragaria chiloensis) berasal dari daerah pegunungan Chili. Ia lebih cocok ditanam di daerah berikllim subtropics. Namun, di Indonesiasaat ini sudah banyak orang yang mengusahakannya di daerah dataran tinggi.

Wajar saja. Soalnya keuntungan dari stroberi cukup memikat. Di pasar swalayan Hero harga buah stroberi berukuran kecil Rp. 5.000/kg, sedangkan yang besar mencapai Rp. 8.000. Dengan produksi 400-800 kg/ha/bulan, modal sekitar Rp. 1-2 juta/bulan bisa segera kembali. Itu harga di Jakarta. Kalau di Bali, harga stroberi hanya Rp. 700/kilo.

Perbedaan harga yang mencolok ini terjadi karena stroberi di Jakarta sebagian besar dipasok dari kawasan Puncak dan Lembang. Di dua tempat ini curah hujan cukup tinggi sehingga produksi stroberi pun masih di bawah satu ton. Di Bedugul, Bali, Puja Umbara, pada masa jayanya, bisa memanen lebih dari satu ton stroberi per hektar.

Untuk Es Krim

“Sekarang rata-rata panen 10 kg. Panennya dua hari sekali sejak Juni sampai Desember,”kata petani ini. Merosotnya produksi itu terjadi karena kini stroberinya tidak di rawat secara intensif. Soalnya, perusahan es krim di Denpasar mau menerima stroberi yang kecil-kecil. “Itu sebabnya petani di sini malas memelihara. Dibiarkan saja asal berbuah,” tutur Puja Umbara, “Dikirim satu ton pun perusahaan itu mau menerima”.

Menurut Lesmana, bagian purchasing es krim Diamond di Jakarta, perusahaan itu membutuhkan stroberi minimal satu ton per bulan. Biasanya ia memperoleh buah itu dari Bali dan Bandung. Asal petani tidak gagal panen, kebutuhan itu selalu terpenuhi.

Kalau di Puncak dan Bedugul petaninya menanam stroberi di kebun, maka di Malang Elias lebih suka menanamnya di pot. Elias yang memiliki 300 pot stroberi mampu memanen 4-5 kg buah segar per minggu. Bahkan pernah sampai 15 kg/minggu. Dengan harga jual Rp. 7.500/kg, setiap bulan ia bisa mendapatkan Rp. 150.000.

Untuk Sirup

Selain menjual dalam bentuk segar, Elias pun membuat sirup stroberi. Sirup stroberi itu dikirm ke Surabaya dengan harga Rp. 5.000/stoples. “Produksinya tidak tentu, tergantung panen. Kalau bisa panen 10 kg, saya buat 20 stoples,”ungkap Elias. Permintaan sirup stroberi cukup banyak, namun karena bahan bakunya terbatas, ia terpaksa angkat tangan.

Tanaman stroberi di tempat Elias hanya berbuah dari bulan Mei sampai Desember. Setelah itu tiba musim hujan, tidak ada buah yang bisa dipetik. Kalaupun ada buahnya jelek sekali, kerdil dan busuk.

Ini jelas berbeda denngan Freddy S. Iskandar, Presdir PT Tangguh Karya Jaya. Menurut seorang staafnya, Freddy menanam stroberi di pot dalam `green house` di Sukabumi. Penenaman stroberi di green house ini tentu saja dapat menghindarkan busuk buah kala hujan turun. Repotnya, buah stroberi mereka sering dikerumuni semut. Rencananya, buah itu akan dibuat selai.

Untuk Selai dan Dodol


Kalau di Malang, dan Sukabumi stroberi hanya dijual sebagai buah segar dan sirup, maka di Lembang ada pengusaha yang mengolahnya menjadi dodol dan selai selain juga tetap membuat sirup. Mmisalnya Ny. Atikah Monteiro. Setiap minggu ia membutuhkan modal Rp. 400.000 untuk membuat 30 kg dodol, 150 botol selai dan 50 botol sirup. Dengan harga dodol Rp. 6.000/kg, sirup Rp. 2.000/botol dan selai Rp. 2.500/botol, rata-rata per minggu ia memperoleh Rp. 605.000 atau untung Rp. 205.000.

Atikah lebih suka memakai stroberi lokal seperti benggala. Pasalnya, stroberi lokal rasa asamnya lebih terasa dan lebih wangi. Ia membeli stroberi itu dari petani dengan harga Rp. 3.000/kg tatkala buah sedang sedikit. Pada saat panen raya, harga belinya hanya Rp. 1.500/kg. Buah yang dibeli masih campuran dan harus diseleksi lagi. Biasanya ada penyusutan sampai 30% setelah diseleksi.

Atikah memang masih mau membeli meskipun harganya Rp. 3.000/kg. Tapi, tidak demikian dengan PT Astaguna Wisesa yang memproduksi selai morin. Menurut Marcel, perusahannya sudah dua bulan tidak memproduksi selai karena bahan bakunya tidak ada. Kalaupun ada harganya terlalu tinggi, Rp. 3.250-Rp. 3.500/kg. Kalau bahan bakunya ada, setiap bulan mereka bisa membuat 2 ton selai morin.

Bahan Baku Kurang

Lain lagi dengan PT. Pido, anak perusahaan Nico Group yang juga memproduksi selai stroberi dan nenas. Menurut Tiurma, staf PT. Pido, sejak Oktober 1991 sampai saat dihubungi Trubus bulan Maret 1992, mereka berhenti membuat selai stroberi karena kesulitan bahan baku. Kalaupun ada barangnya, harganya tinggi. Biasanya mereka membeli dari petani dengan harga Rp. 2.000 - Rp. 2.200/kg, tanpa mempersoalkan penampilan buah. “Kalau ada yang mau memasok, kami senang sekali,” tutur Tiurma.

Harga stroberi dalam bentuk segar memang naik turun tergantung musimnya. Namun tidak demikian dengan harga bibit stroberi yang juga diburu penggemar tanaman hias. Di Malang, Elias menjual bibit stroberi yang sudah berbuah dengan harga Rp. 5.000/pot. Di Bandung juga ada pengusaha tanaman hias yang menjual bibit stroberi impor dengan harga Rp. 5.000 per tanaman.



Sinopsis Trubus 271, Tahun XXIII-Juni 1992

Related Post